Rupiah bisa dikatakan menguat gila-gilaan dalam sebulan terakhir melawan dolar Amerika Serikat (AS). Tak tanggung-tanggung, penguatannya lebih dari 5% dan kini mencapai level terkuat dalam delapan bulan terakhir.
Pada pertengahan Maret lalu rupiah sebenarnya terpuruk hingga mendekati Rp 15.500/US$. Tetapi pada perdagangan Jumat (14/4/2023), pukul 9:43 WIB, rupiah sudah menyentuh Rp 14.645/US$.
Rupiah mulai dalam tren menguat sejak Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat kolaps. Bank sentral AS (The Fed) yang sebelumnya diprediksi akan kembali agresif menaikkan suku bunga akhirnya menunjukkan sinyal akan segera mencapai terminal rate.
Bahkan, pasar memprediksi ada peluang The Fed akan memangkas suku bunganya tahun ini. Dolar AS pun tertekan, dan rupiah bisa terus melenggang.
Apalagi, aliran modal asing pun kembali berbalik arah. Sebelum SVB kolaps pada 10 Maret lalu, sebenarnya terjadi capital outflow sepanjang hingga Rp 8 triliun sejak akhir Februari, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR).
Pada Februari, capital outflow juga tercatat sekitar Rp 7,6 triliun. Namun, arah angin berbalik sejak SVB kolaps, sepanjang Maret malah terjadi inflow lebih dari Rp 14 triliun. Aliran modal tersebut masih berlanjut, sepanjang bulan ini hingga 12 April terjadi inflow sebesar Rp 1,7 triliun.
Kabar bak pun masih terus berlanjut. Operasi moneter Term Deposit Valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) Bank Indonesia (BI) yang mulai menarik tenor jangka panjang. Artinya, dolar AS para eksportir disimpan lebih lama di dalam negeri, yang tentunya bisa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Hal ini tentunya menjadi kabar bagus, apalagi awal pekan lalu BI melaporkan cadangan devisa yang kembali meningkat.
BI melaporkan melaporkan cadangan devisa per akhir Maret 2023 adalah sebesar US$ 145,2 miliar, naik US$ 4,9 miliar dari Februari.
Setelah mengalami tren penurunan yang panjang, cadangan devisa akhirnya mampu naik lima bulan beruntun. Selama periode tersebut, Cadev sudah melesat US$ 15 miliar, dan mendekati rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar yang dicapai pada September 2021.
Posisi cadangan devisa saat ini berada di level tertinggi sejak Desember 2021.
Berdasarkan data dari Bahana Sekuritas, lelang terbaru yang dilakukan BI pada Selasa kemarin mampu menyerap US$ 19,3 juta. Dari nilai tersebut sebanyak US$ 12,5 juta masuk ke tenor 1 bulan dan US$ 6,8 juta masuk ke tenor 6 bulan.
Dalam 11 lelang yang dilakukan BI sejak awal Maret lalu, berdasarkan catatan Bahana Sekuritas baru kali ini tenor 6 bulan menarik minat eksportir. Bunga yang diberikan untuk tenor ini mencapai 5,35%.
Menambah tenaga rupiah, International Monetary Fund (IMF) merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 dari semula 4,8% menjadi 5%. Di saat bersamaan, The Fed memproyeksikan Amerika Serikat akan mengalami resesi di akhir tahun ini.