Jakarta, CNN Indonesia — Kehadiran tim sukses (timses) merupakan kebutuhan mendasar bagi para capres-cawapres yang bertarung di pilpres. Para kandidat tak bisa berjuang sendirian untuk mengarungi kontestasi.
Tim sukses umumnya diisi para tokoh dari beragam latar belakang. Tak terkecuali dari kalangan perempuan kerap kali mengisi struktur inti timses para paslon.
Meski begitu, laki-laki masih mendominasi di struktur timses para capres-cawapres. Posisi strategis pun umumnya diisi laki-laki.
Bila ditilik ke belakang, belum pernah ada ketua umum timses pasangan capres-cawapres yang berasal dari kalangan perempuan selama Pilpres langsung digelar sejak 2004 hingga 2024 nanti. Ketua Timses selalu laki-laki.
Sebut saja mantan purnawirawan TNI AD Muhammad Ma’ruf sempat menjadi Ketua Timses SBY-Jusuf Kalla di Pilpres 2004 lalu. Kemudian Sutjipto memimpin Ketua Timses Megawati-Hasyim Muzadi.
Pada Pilpres 2009, Timses SBY-Boediono juga diisi oleh politikus PAN Hatta Rajasa. Sementara pasangan Megawati-Prabowo di pimpin oleh Theo Syafei.
Jokowi yang memimpin Indonesia sebagai presiden selama dua periode pun mempercayakan ketua timsesnya ketika maju Pilpres 2014 dan 2019 lalu pada laki-laki.
Ketika Jokowi berpasangan dengan JK di 2014, Tjahjo Kumolo dipercaya sebagai ketua Timsesnya. Jokowi juga menunjuk pengusaha Erick Thohir sebagai Ketum Timsesnya ketika maju berpasangan dengan Ma’ruf Amin di Pilpres 2019.
Minim perempuan di tim inti
Tak cuma di pucuk pimpinan tertinggi Timses saja, presentase keterwakilan perempuan di struktur inti timses para capres-cawapres terbilang minim. Meski tak ada aturan baku yang mengatur keterwakilan perempuan di Timses, namun aspek ini menjadi penting menjadi perhatian.
Misalnya di Pilpres 2014 lalu. Pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa cenderung tidak minim dalam pelibatan perempuan di timses.
Pasangan Jokowi-JK hanya menempatkan 12 orang perwakilan perempuan dari total 88 orang timses inti mereka. Sementara rivalnya, Prabowo-Hatta Rajasa hanya menempatkan delapan orang perempuan dari total 163 anggota struktur inti timsesnya.
Kondisi serupa berlanjut di Pilpres 2019. Pasangan Prabowo Subianto yang maju lagi menggandeng Sandiaga Uno hanya menempatkan 10 orang perempuan di struktur inti Timsesnya. Padahal, total jumlah struktur anggota Timses inti pasangan ini mencapai 94 orang.
Sementara itu, pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin menempatkan 37 orang perempuan dari total 155 anggota Timsesnya di Pilpres 2019.
Beberapa di antaranya adalah Megawati Soekarnoputri, Grace Natalie, Puan Maharani, Lena Maryana Mukti hingga Ida Fauziyah.
Terulang lagi di 2024
Tiga pasang calon presiden dan calon wakil presiden yang berlaga di Pilpres 2024 yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan Ganjar Pranowo- Mahfud MD telah mengumumkan struktur inti tim sukses masing-masing belakangan ini.
Berdasarkan data yang dihimpun, paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) telah membacakan secara langsung 299 nama yang masuk Tim Nasional (Timnas) Pemenangan AMIN ke publik pada 21 November lalu.
Dari total jumlah itu, tokoh perempuan yang masuk dalam Timnas ada 42 orang atau sekitar 14 persen.
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka juga menggaet tokoh-tokoh perempuan di timsesnya.
Berdasarkan dokumen Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, terdapat total 270 yang tergabung dalam struktur inti TKN. Dari total jumlah itu, hanya 32 perempuan yang tergabung atau sekitar 12 persen.
Kemudian, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD telah mengumumkan lebih dari 654 struktur inti TPN. Dari jumlah itu, Ganjar-Mahfud melibatkan 122 orang perempuan di dalamnya.
Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Sunanto menegaskan pasangan nomor urut tiga itu telah mengajak banyak perempuan untuk bergabung dalam struktur TPN.
Baginya, partisipasi kalangan perempuan di Timses menjadi penting. Bahkan, ia mengatakan telah menempatkan para perempuan di jabatan strategis di TPN lantaran memiliki kualifikasi yang mumpuni.
“Kami selalu mengajak teman-teman, sahabat perempuan untuk jadi bagian dalam struktur TPN. Bahkan telah ditempatkan di beberapa deputi juga perempuan,” kata Sunanto kepada CNNIndonesia.com, Rabu (29/11).
Sunanto juga mengatakan TPN Ganjar-Mahfud turut memiliki kedeputian khusus bidang Perempuan. Baginya, hadirnya kedeputian ini sebagai tanda TPN memiliki keberpihakan pada perempuan.
“Itu kan tak dimasukkan semua dalam strukturnya. Kalau dimasukkan semua keberpihakannya juga tinggi ya,” kata dia.
Meski terbilang tak banyak, Sunanto menegaskan TPN Ganjar-Mahfud akan terus merangkul kalangan perempuan. Baginya, perempuan memiliki peran penting dalam pengembangan sumber daya manusia Indonesia ke depannya.
“Artinya Ini hanya untuk administratif ya. Dan selebihnya kan kami terus jadi bagian dari itu. Karena kedaulatan dan pengembangan SDM ke depan ada di kaum perempuan dan kami butuhkan itu,” kata dia.
Juru Bicara Tim Nasional (Timnas) Pemenangan AMIN, Billy David Nerotumilena mafhum bila jumlah kalangan perempuan dalam sebuah Timses akan menjadi perdebatan. Namun, ia memastikan Anies-Cak Imin telah menepatkan kalangan perempuan menjadi para pemimpin kunci di Timnas.
Billy mengklaim para representasi perempuan yang tergabung Timnas AMIN memiliki kualifikasi mumpuni di bidangnya masing-masing.
“Jumlahnya akan jadi perdebatan ya, memenuhi beberapa presentase dan diekspektasikan untuk masuk [Timses]. Tapi kita telah menempatkan perempuan di kalangan top leader,” kata Billy ketika ditemui di Rumah Perubahan, Menteng, Jakarta, Rabu.
Tak cuma di Timnas AMIN, Billy meyakini kondisi masih minimnya representasi perempuan serupa juga dialami di dua Timses capres lainnya. Sebab, ia mengatakan tak ada acuan atau regulasi khusus yang mengatur soal keterwakilan perempuan dalam Timses.
“Karena kan kita enggak merujuk pada UU seperti aturan perempuan di dewan /legislatif atau Caleg ya,” kata dia.
Wakil Komandan Golf (Relawan) TKN Prabowo-Gibran, Immanuel Ebenezer mengatakan TKN telah memberi peluang bagi kalangan perempuan untuk aktif dan gabung di TKN.
Namun, ia mengatakan ada kesibukan di partainya masing-masing sehingga belum masuk di TKN.
“Kita bahkan beri peluang perempuan-perempuan aktif di TKN. Jadi mungkin memang kemarin terrekomendasi itu.
Karena mungkin mereka itu aktif di parpol masing-masing. Karena banyak sekali perempuan yang mau aktif tapi mereka fokus di gerakan di partainya,” kata pria yang akrab disapa Noel itu kepada CNNIndonesia.com.
Noel menyadari tak ada aturan baku yang mengatur soal representasi perempuan di Timses. Namun, ia tetap menegaskan para perempuan yang bergabung di TKN memiliki kualitas dan kapasitas mumpuni di bidangnya masing-masing.
“Iya dong mereka berkualitas. Kan kita enggak mau juga masukkan orang-orang yang enggak punya kemampuan. Apalagi di TKN,” kata dia.
Politik Indonesia masih ‘maskulin’
Pengajar Hukum Pemilu FH Universitas Indonesia, Titi Anggraini menilai Pemilu 2024 memperlihatkan fenomena pelemahan komitmen afirmasi keterwakilan perempuan.
Tak hanya minimnya keterwakilan perempuan di struktur inti Timses, ia menyinggung KPU justru menetapkan aturan soal formula pembulatan ke bawah dalam penentuan jumlah keterwakilan caleg perempuan. Baginya, aturan tersebut merugikan caleg perempuan.
“Aturan itu juga berdampak pada 267 daftar calon tetap (DCT) pemilu DPR Tahun 2024 keterwakilan perempuannya kurang dari 30 persen,” kata Titi kepada CNNIndonesia.com.
Titi menganggap fenomena ini ironis lantaran setengah lebih dari pemilih Pemilu 2024 adalah perempuan. Pemilih perempuan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) 2024 sebanyak 102.588.719 orang.
Namun, ia melihat justru perempuan yang masuk struktur elite Timses justru jumlahnya minim.
“Jadi keterwakilan perempuan alih-alih menjadi paradigma atau nilai yang terinternalisasi baik dalam kelembagaan partai politik malah sebaliknya dianggap sebagai beban dan kurang menjanjikan bagi kerja-kerja pemenangan partai. Hal serupa akhirnya terduplikasi di pilpres,” kata dia.
Titi berpendapat minimnya jumlah representasi perempuan di Pilpres lantaran belum ada komitmen dan kesungguhan untuk menghadirkan representasi perempuan melekat dari praktek demokrasi.
Ia juga menyinggung politik Indonesia masih lekat dengan ‘maskulinitas’ yang didominasi para elite laki-laki.
“Perempuan masih diposisikan sebagai objek untuk mendulang suara, ketimbang subjek yang harus dikelola dan diperkuat melalui keterlibatan langsung dalam kerja-kerja politik ataupun sebagai mitra pemilih berdaya yang harus didekati dengan dialog atau dialektika gagasan,” kata dia.
Melihat itu, Titi mengimbau para pemilih perempuan harus kritis, mulai berani dan mau menagih komitmen kongkret para calon soal keterwakilan perempuan.
Ia jiga meminta perempuan tak memilih partai yang cuma jadikan perempuan sebagai target suara dan aksesoris politik semata.
“Perempuan, seperti halnya anak muda masih sebatas gimik dan simbol. Meskipun sudah mulai perlahan hadir, dan mewarnai jajaran elite pemenangan paslon, tapi masih sangat minim dan belum mampu dominan mempengaruhi,” kata dia.