Mayoritas bursa Asia-Pasifik kembali ditutup menguat pada perdagangan Jumat (28/4/2023) akhir pekan ini, setelah bank sentral Jepang memutuskan untuk tetap mempertahankan kebijakan moneter ultra longgarnya pada hari ini.
Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melonjak 1,4% ke posisi 28.856,4, Hang Seng Hong Kong menguat 0,27% ke 19.894,57, Shanghai Composite China melesat 1,14% ke 3.323,27, ASX 200 Australia bertambah 0,23% ke 7.309,2, dan KOSPI Korea Selatan juga terapresiasi 0,23% menjadi 2.501,53.
Sementara untuk indeks Straits Times Singapura ditutup melemah 0,35% ke 3.270,51 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terkoreksi 0,43% menjadi 6.915,72.
Bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level minus 0,1% atau mempertahankan kebijakan moneter ultra longgarnya.
Hal ini menjadi kebijakan ultra longgar pertama kalinya pada masa kepemimpinan gubernur BoJ baru, Kazuo Ueda.
Sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya, Ueda mempertahankan kebijakan moneter yang sangat longgar dari pendahulunya yakni Haruhiko Kuroda.
Diketahui, BoJ telah mempertahankan kebijakan moneter ultra longgarnya dalam waktu yang cukup lama yakni sejak 2016 silam, di mana saat itu suku bunga masih berada di level 0%.
BoJ juga membatalkan pedomannya pada tingkat suku bunga di masa depan dan menyerukan peninjauan kebijakan jangka panjang, sambil mempertahankan langkah-langkah stimulus utamanya.
Ueda pada awal pekan ini menekankan bahwa inflasi harus “cukup kuat dan mendekati 2%” atau di target yang ditetapkan BoJ, sebelum melakukan penyesuaian apa pun pada kebijakan kontrol kurva imbal hasil.
Di lain sisi, cerahnya bursa Asia-Pasifik terjadi di tengah melambatnya kembali perekonomian Amerika Serikat (AS) pada kuartal I-2023.
Departemen Perdagangan AS melaporkan ekonomi AS tumbuh melandai 1,1% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal I-2023, lebih rendah dibandingkan estimasi yakni 2%.
Pertumbuhan pada periode Januari-Maret 2023 juga jauh lebih rendah dibandingkan pada kuartal IV-2022 yang tercatat 2,6%.
Kendati melandai, ekonomi AS tetap tumbuh dalam tiga kuartal secara berturut-turut.
Melandainya pertumbuhan lebih disebabkan oleh melemahnya investasi. Suku bunga yang tinggi membuat ongkos pinjaman naik sehingga pelaku bisnis mengendurkan ekspansi.
Perlambatan investasi ini menunjukkan jika ekonomi AS sudah mulai terdampak oleh kebijakan ketat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Sebagai catatan, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 475 bp menjadi 4,75-5,0% dalam setahun terakhir.
Sebaliknya, konsumsi masih sangat kencang. Konsumsi rumah tangga tumbuh 3,7% (yoy) pada kuartal I-2023, jauh lebih tinggi dibandingkan 1% pada kuartal IV-2022.
Masih panasnya pasar tenaga kerja AS menjadi salah satu alasan mengapa konsumsi masih tetap tinggi di tengah lonjakan inflasi.
Sebagai catatan, inflasi AS memang melanda menjadi 5% (yoy) pada Maret 2023 tetap angkanya masih jauh di atas target The Fed di kisaran 2%.
Pertumbuhan yang melandai sementara di sisi lain inflasi masih tinggi inilah yang membuat ekonomi Negara Paman Sam terancam masuk ke fase “stagflasi”.