Pengamat kepelabuhanan sekaligus Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan keberadaan Pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara, sebagai bagian dari program strategis nasional sudah tepat. Pelabuhan ini akan melancarkan aktivitas hilirisasi dan pengiriman logistik, sekaligus pendukung aktivitas KEK Sei Mangkei dan kawasan industri di sekitarnya.
Dia menyebutkan pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung tidak sia-sia karena akan mendukung aktivitas industri. Pasalnya, kawasan industri akan efektif dengan adanya pelabuhan yang mendukung alur distribusi bahan baku dan produk.
“Bagaimana mereka yang ada di kawasan industri mau membangun pabriknya jika jauh dari pelabuhan, sementara kita tahu barang konstruksi ataupun mesin-mesin pabrik ukuran maupun jumlahnya juga cukup besar. Ini kita masih berbicara soal pembangunan pabrik, belum distribusi hasil produksi,” kata Siswanto dalam keterangan tertulis, Jumat (14/04/2023).
Geliat aktivitas pelabuhan pun menurutnya akan terus meningkat seiring dengan beroperasinya sejumlah pabrik di KEK Sei Mangkei di Kawasan Industri Kuala Tanjung. Siswanto mengatakan, dari data yang dia peroleh, Pelabuhan Kuala Tanjung memiliki sejumlah keunggulan.
Salah satunya adalah kolam pelabuhan yang memiliki kedalaman mencapai minus 17 meter lws (low water spring). Dengan kedalaman kolam tersebut, Pelabuhan Kuala Tanjung dapat melayani kapal dengan ukuran panjang kurang lebih mencapai 250 meter.
Kapal dengan ukuran tersebut bisa mengangkut muatan barang kurang lebih mencapai 4.000.000 ton barang curah maupun general cargo dan peti kemas kurang lebih 4.000 teus.
“Letak pelabuhan juga strategis, ada di Selat Malaka, jadi sangat efektif bagi industri, baik untuk ekspor maupun memenuhi kebutuhan dalam negeri,” lanjutnya.
Kondisinya akan berbeda jika pelabuhan dibangun di tengah atau di akhir ketika kawasan industri sudah beroperasi. Pasalnya, hal tersebut malahan bisa mengganggu distribusi barang karena belum adanya fasilitas pelabuhan.
Pilihan menggunakan Pelabuhan Belawan akan menambah biaya logistik mengingat jarak yang cukup jauh dari KEK Sei Mangkei maupun dari Kawasan Industri Kuala Tanjung. Apalagi membangun pelabuhan membutuhkan waktu yang cukup lama, begitu juga dengan intensitas penggunsan serta muatan.
” Semua pasti sudah ada kajiannya. Jadi keberadaan Pelabuhan Kuala Tanjung sudah tepat, tinggal bagaimana pihak-pihak yang berkepentingan berkolaborasi serta memacu pengembangan kawasan industri yang ada di sekitar pelabuhan,” tambah Siswanto.
Sementara itu, Direktur Utama PT Prima Multi Terminal (PMT Kuala Tanjung) Eko Hariyadi Budiyanto mengatakan arus kapal dan barang di Pelabuhan Kuala Tanjung terus meningkat sejak beroperasi pertama kali pada 2019. Arus peti kemas pada 2019 tercatat sebanyak 23,9 ribu teus, sementara pada 2020 tercatat sebanyak 54 ribu teus.
Arus peti kemas mengalami peningkatan pada 2021 yang mencapai 70,3 ribu teus dan mengalami sedikit penurunan sebesar 0,5% pada 2022.
“Bukan hanya arus peti kemas yang mengalami peningkatan, arus barang curah kering juga tumbuh. Pada 2022, tercatat sebanyak 10,8 ton,” kata Eko.
Selain peti kemas dan general cargo, Pelabuhan Kuala Tanjung juga menangani kegiatan bongkar muat curah cair dan general cargo. Perseroan mencatat arus curah cair pada 2019 sebanyak 102 ribu ton, lalu di 2020 arus meningkat menjadi 366 ribu ton. Arus curah cair pada 2021 tercatat sebanyak 672 ribu ton.
Sementara untuk arus barang general cargo, pada 2021 sebanyak 4,1 ribu ton menjadi 63,1 ribu ton pada 2022.
“Kami akui memang arus kapal dan barang masih fluktuatif, namun demikian manajemen terus berupaya untuk meningkatkan kunjungan kapal maupun arus barang di Pelabuhan Kuala Tanjung,” lanjutnya.
Manajemen PMT Kuala Tanjung menyebut telah bertemu dengan sejumlah operator kapal peti kemas internasional hingga para pemilik barang. Hasilnya, diperlukan sejumlah langkah untuk meningkatkan kunjungan kapal diantaranya adanya insentif tarif bagi pelayaran, penyediaan depo untuk penumpukan peti kemas kosong (empty) dengan tarif yang kompetitif.
Selanjutnya diperlukan kerjasama dengan para pemilik barang dengan jaminan biaya yang lebih kompetitif jika dibandingkan melalui Singapura. Serta kerjasama pelayanan kegiatan kepelabuhanan bagi para perusahaan yang sedang melakukan pembangunan pabrik di KEK Sei Mangkei.
Selain itu, Kawasan Industri Kuala Tanjung juga perlu dikembangkan dan dioptimalkan. Di masa yang akan datang Pelabuhan Kuala Tanjung diharapkan dapat menjadi pusat kegiatan barang curah dan pusat rantai pasok (bulk logistic & supply chain hub).
Menurut Eko, ada potensi distribusi arus barang sekitar 2,7 juta ton per tahun, jika industri yang ada di sekitar pelabuhan sudah beroperasi penuh.
“Para pemangku kepentingan yang terdiri dari regulator, operator dan pemilik barang juga telah menandatangani komitmen bersama untuk optimalisasi Pelabuhan Kuala Tanjung. Kami optimis jika KEK Sei Mangkei dan Kawasan Industri Kuala Tanjung sudah beroperasi penuh maka dengan begitu peran dari Pelabuhan Kuala Tanjung akan semakin nyata terlihat,” tegas Eko.