Ini Nasib Penjual Kartu Perdana Usai Semua HP Ganti eSIM

Penjual menawarkan nomer kartu prabayar dari berbagai operator telekomunikasi di ITC Roxy, Jakarta Barat, Selasa (20/2/2018). Kemenkominfo mengumumkan total 200 juta pelanggan telah mendaftar ulang menggunakan nomor induk kependudukan (NIK) di Kartu Tanda Penduduk dan nomor Kartu Keluarga. Pelanggan yang hingga 28 Februari 2018 mendatang belum mendaftarkan nomor teleponnya, maka akan terkena pemblokiran bertahap dari layanan telepon, SMS, hingga akhirnya nomor dimatikan.  (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Sejumlah operator seluler Indonesia saat ini mulai mengadopsi eSIM sebagai pengganti kartu SIM fisik.

Namun dengan semakin umumnya penggunaan eSIM, apakah akan menghilangkan profesi penjual kartu perdana?

Salah satu operator seluler yang telah meluncurkan eSIM adalah Indosat pada akhir tahun lalu. Sejauh ini penjualan masih dilakukan di sejumlah gerai Indosat, termasuk di kantor pusatnya di Jakarta.

Director & Chief Regulatory Officer IOH, M. Danny Buldansyah menjelaskan keberadaan eSIM tak akan mengganggu ke penjual kartu perdana. Karena banyak HP yang masih mendukung penggunaan Sim Card.

Selain itu, pengembangan eSIM nantinya mungkin juga akan mengubah penjualan di masyarakat. Termasuk dijual online dan penjual SIM Card jadi ikut menjual eSIM.

“Tentunya penjual selalu beradaptasi. Tadinya jualan Sim Card jadi jualan eSIM. Kalau dibilang mengganggu apa enggak, itu enggak ada. Menurut saya substitusi akan berevolusi,” kata Danny ditemui di kantor Indosat Ooredoo Hutchison, beberapa hari lalu.

Dia mengatakan pengguna eSIM masih bergantung dengan keberadaan handset pendukungnya. Sejauh ini masih terbatas pada handphone di kelas high-end.

Hal itulah yang membuat ruang untuk penjualan kartu perdana masih besar. Saat ini, perusahaan juga masih dalam masa perkenalan produk.

“Tergantung handsetnya berapa cepat dan murah yang bisa eSIM. Kalau handset low end sudah bisa eSIM menurut saya bisa aja,” kata dia.

Operator lain yang juga telah meluncurkan eSIM adalah XL Axiata. Ditemui di Jakarta, Senin malam (11/4), Presiden Direktur XL Axiata, Dian Siswarini juga menjelaskan eSIm jadi jawaban untuk kenaikan harga SIM Card. Perang Rusia-Ukraina ternyata memicu kenaikan harga tersebut.

“Sumber membuat chip 55% dari Ukraina. Kenapa jadi mahal? Neon yang membuat chip itu adanya dari Ukraina. Setelah perang dari Rp 1.500 naik harganya bisa Rp 7.000- Rp 8.000 untuk produksi. Kalau ada eSIM mengurangi COGS (harga pokok penjualan) mengurangi biaya berjualan,” jelas Dian.

Selain itu, eSIM juga berdampak pada pelanggan yang akan mendapatkan pengalaman baru. “Buat pelanggan lebih enak seamless dan full digital. Dari beli dan segala macem kalau hilang tinggal download,” ungkapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*